Wednesday, February 27, 2008

 

Banjir dan Longsor


Musim penghujan ini kata banjir dan longsor begitu akrab di telinga. Warga pun menjalani hidup dikawani rasa was-was. Di mana tempat yang paling nyaman untuk tinggal, Semarang bawah atau Semarang atas?

Foto atas searah jarum jam: aktivitas belanja di Pasar Perbalan Purwosari Semarang Utara, Jl Kaligawe, siswa SD Al Irsyad Jl Petek tetap ceria bermain meski halaman sekolah banjir, siswa SD Sawahbesar pulang sekolah, bantuan datang di Sawahbesar, aktivitas kerja di LIK Bugangan baru.

Foto bawah searah jarum jam: Walikota Sukawi Sutarip meninjau lokasi talud longsor di Jl Tengger Barat Gajahmungkur, Triyono warga Kelurahan Tinjomoyo hanya bisa menatap rumahnya yang diambrukkan karena berdiri di tanah gerak, masjid di Jl Srirejeki Dalam III terancam terkenan reruntuhan tebing longsor, longsor di randusari hanya dicegah dengan menutup tanah menggunakan terpal plastik, pekerja memperbaiki jalan yang ambles yang akan menuju Kampung Deliksari Tinjomoyo, dan.... lantai sebuah kamar pun bolong karena tanah longsor di Tinjomoyo.

Labels:


Wednesday, February 13, 2008

 

Nikah Massal


SALAWAT Badar menggema dengan diiringi terbang dari santri Pondok Pesantren Tahfidzul Quran (PPTQ) Masjid Agung Kauman Semarang memandu 76 pasang pengantin Rabu pagi (13/2). Arak-arakan pernikahan massal di halaman Balai Kota itu mengubah suasana menjadi makin ramai. Seperti halnya orang sedang mantu, tratak yang disediakan panitia penuh tamu, terutama dari keluarga masing-masing.
Kesederhanan penampilan pengantin tidak mengurangi kekhidmatan maupun kemeriahan itu. Pengantin pria hanya mengenakan sarung coklat, baju koko putih, dan peci hitam. Sementara pengantin perempuan stelan kebaya dengan warna senada pengantin pria dilengkapi jilbab putih berpayet.
Jangan anggap pernikahan massal ini hanya diikuti mereka yang telanjur berusia uzur. Pemuda Fathurrahman (21), misalnya, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Warga Penggaron Lor Pedurungan itu pun mengajak sang pujaan hati Nur Afifah (16) meresmikan ikatan cinta mereka di hadapan penghulu. Ia berusaha menepis rasa gengsi, karena yang penting keinginan mempersunting itu sudah terkabulkan. Apalagi sehari-hari ia bekerja sebagai kernet truk. Kondisi ekonomi yang ngepas itulah yang membuatnya untuk mengikuti pernikahan massal.
Pernikahan massal yang berlangsung meriah itu digagas PT Jamsostek Kanwil V dalam rangka HUT ke-30. Wali Kota Sukawi Sutarip pun berkenan menjadi saksi dalam pernikahan itu untuk beberapa pasang pengantin. Sebagian besar pasangan pengantin memang berusia separoh baya. Alasan mereka mengikuti kegiatan tersebut antara lain, belum melaporkan pernikahan ke Dispendukcapil, alasan ekonomis, atau juga mengaku kehilangan buku nikah yang kemudian menyulitkan mereka dalam hal administrasi kependudukan.
Pasangan Pamin (76) dan Saminah (51), warga Kampung Dawung RT 4 RW 3 Kedungpane pun tidak ingin ketinggalan dalam kebahagiaan itu. Pamin bercerita bahwa dirinya dulu sudah memiliki buku nikah. Namun karena hilang dan hingga kini tidak diketahui keberadaannya, ia disarankan untuk mencatatkan kembali pernikahannya. Padahal ia kini telah memiliki 3 putra, 13 cucu, dan 3 buyut.
Kepada Saminah, ia pun memberi maskawin berupa seperangkat alat salat yang dikemas dalam kado berbentuk hati serta uang Rp 20.000.

Labels:


Sunday, February 03, 2008

 

Ada Ikan di Selokan



Kapan terakhir anda mencari ikan di selokan? Yahhh... inilah kenangan masa kecil yang sulit untuk melakukan kegiatan serupa di usia yang sudah mulai menua ini he.. hee.. hee...
Anak-anak di Jl Kedondong Dalam Lampertengah ini dengan riangnya mencelupkan kedua tangannya dan mulailah meng-ubek-ubek air. Dapat gak ya mereka...?

Saturday, February 02, 2008

 

Parkir


Semrawwuuutt...
Seperti ini Jl Agus Salim setiap hari, parkir tepi jalan umum membuat macet kendaran yang melaju.
Kalo lihat parkir di tepi jalan umum. Hampir di setiap keramaian pasti ada saja lahan yang dijadikan bisnis parkir. Jangankan keramaian, turun dari motor pun pernah juga ditarik parkir. Ediaan tenan... Ceritanya begini, pas nunggu kawan motret-motret di Pecinan, aku nunggu di pinggir jalan. Tentu saja aku turun dari motor berdiri di sampingnya. Eh waktu mau cabut, tukang parkir mendekat dan minta pungutan Rp 1000. Memang besarnya tidak seberapa. Tapi.... hanya berdiri di samping kayak gitu masak suruh bayar. Belum lagi kalau fotokopi di Thamrin yang habisnya paling cuman gopek! Eh masih saja ditarik parkir seribu. Waduhhhh....
Parkir... ooh parkir.... Udah kayak diperas, bikin kota semrawut.
Jadi ngiler lihat parkir motor pas di Singapura nih... Meski sama-sama di tepi jalan umum, trotoar tetap bersih, tidak ada petugas parkir, dan yang pasti aman. Tidak heran bila ditinggal begitu saja oleh pemiliknya. Eh tapi tetap dikunci ding!

Labels:


This page is powered by Blogger. Isn't yours?